Departemen Pendidikan


Kedatangan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibjo ke Subang akhir Maret bukan semata seremonial. Sesungguhnya itu momen bersejarah. Betapa tidak! Di situ Mendiknas mencanangkan gebyar Pendidikan Untuk Semua (PUS). Pencanangan tersebut menjadi titik tolak untuk meningkatkan pembangunan pendidikan. Subang dianggap penting bagi kegiatan tersebut karena termasuk daerah yang tertinggal pendidikannya.

Pemberantasan buta aksara memang menjadi komitmen pemerintah. Ini juga bagian dari kesepakatan global untuk memenuhi program pendidikan untuk semua/education for all (EFA).

Bukti keseriusan tersebut dibuktikan dengan kian meingkatkan target buta aksara dari tahun ke tahun. Pada 2009 nanti dapat dicapai target 50 persen pengurangan angka buta aksara dari total 15 juta orang di seluruh Indonesia menjadi 7,5 juta. Pemberantasan buta aksara dan program kesetaraan paket A,B dan C merupakan bagian dari jalur nonformal yang digiatkan dengan program pendidikan formal untuk memberikan kontribusi bagi penuntasan Wajib Belajar.

Mendiknas menyadari sukses pembangunan pendidikan tak bisa dilepaskan dari peranan pemerintah daerah. Untuk itu Mendiknas minta pada pemerintah dan DPRD agar bersungguh-sungguh mendorong laju peningkatan hasil-hasil pendidikan. Bila perlu ada dana yang dialokasikan untukmendukung dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) kalau hal tersebut dianggap penting untuk mendukung sekolah yang memang memerlukan tambahan BOS.

Mendiknas menyadari pendekatan kultural, seperti dengan komunitas keagamaan, bisa menjadi salah satu aspek pendukung penuntasan wajib belajar. Kini sudah ada kesepakatan bersama antara Depdiknas dan Departemen Agama terkait penggunaan fasilitas rumah-rumah ibadah untuk kegiatan belajar mengajar, terutama dalam jalur pendidikan nonformal. Pranata sosial, menurut Mendiknas, rumah ibadah hendaknya dioptimalkan fungsinya dalam membangun peradaban, termasuk kegiatan belajar Paket A (setara SD) dan B (setara SMP), dan C (setara SMA). Dalam area rumah ibadah, peserta didik bisa juga mendapat pembekalan kecakapan hidup sesuai kondisi masyarakat setempat.

Subang harus Berlari Kencang

Subang ternyata merupakan daerah yang tertinggal dalam pendidikan di Jawa Barat. Jawa Barat sendiri tergolong daerah yang tertinggal di Indonesia, Jabar kalah dari Provinsi Jateng dan Jatim. Dengan dasar itulah Mendiknas memenuhi undangan bupati Subang untuk melihat hasil-hasil pembangunan di sana.

Mendiknas mengakui dalam catatannya Subang termasuk yang harus kencang larinya. Itu sebabnya Mendiknas merasa perlu mencanangkan PUS dari sini.

Dalam kesempatan tersebut Mendiknas menyerahkan 3 unit mobil dan 2 unit motor pendukung Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Juga ada bantuan langsung kepada murid berupa alat tulis sekolah serta seragam. Khusus untuk PLS, juga ditandatangani nota kesepahaman dalam bidang PAUD sampai tahun 2013 untuk 60 desa yang tersebar di 22 kecamatan. Menteri selanjutnya menyerahkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA) kepada 28 ribu warga belajar di Kab. Subang.

Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Ace Suryadi mengakui pihaknya terus berupaya menekan angka buta aksara. Tingginya angka buta aksara menghambat pembangunan di segala bidang termasuk rendahnya penilaian pendidikan secara internasional. Tahun 2007 ini pemerintah menargetkan sebanyak 2,4 juta buta aksara dapat melek huruf. Kalau target target itu terpenuhi, maka dua tahun ke depan hingga 2009, Indonesia bisa menekan 50 persen dari total penyandang buta aksara nasional. Hal ini sesuai dengan target nasional, tahun 2009 mendatang, penduduk buta aksara tinggal lima persen.

Dirjen menjelaskan, jika pemerintah kabupaten/kota dapat menurunkan 2,4 juta orang menjadi melek aksara, maka 2008 dan 2009 tersisa 2,6 juta. Itu berarti target nasional menyisakan lima persen akan tercapai 2009 mendatang.

Kata Dirjen, Jawa Barat menyandang buta aksara tertinggi di Indonesia. Penyandang buta aksara cukup besar di lima kabupaten/kota di wilayah itu. Salah satunya di Kabupaten Subang.

Ditjen PLS mengakui pihaknya bekerjasama dengan lembaga keagamaan, seperti Muslimat NU, Aisyiah, organisasi kepemudaan, perguruan tinggi. Para pihak tersebut merupakan lembaga yang potensial mendukung Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PBA).

Sejak tahun 2006, Ditjen PLS sudah merintis kerjasama dengan perguruan tinggi, organisasi sosial masyarakat, organisasi perempuan, pemuda, pramuka, lembaga swadaya masyarakat, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Termasuk melibatkan perusahaan swasta. Program Kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C merupakan bagian dari jalur nonformal yang terus digiatkan bersama program pendidikan formal untuk menuntaskan Wajar 9 Tahun.

Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas Ace Suryadi mengatakan, target pemberantasan buta aksara secara nasional untuk tahun 2007 sebesar 2,4 juta orang.

Kalau target 2007 terpenuhi, maka dalam dua tahun ke depan (2009) kita bisa memenuhi target pengurangan 50 persen dari total penyandang buta aksara nasional, katanya.

Bupati Subang Eep Hidayat menyatakan pola pembangunan pendidikan di Subang dilakukan dengan mengundang partisipasi masyarakat, mulai dari perencanaan dan pelaksanaanya. Demikian juga dalam program Paket A, B, C dan KF, pola pembangunannya dengan partisipasi masyarakat. Dia mengakui, daerahnya termasuk satu kabupaten di Jabar yang memiliki angka buta aksara tinggi. SUKMA diberikan kepada 28 ribu warga belajar dari 130 desa yang telah bebas buta aksara.

Posting Komentar