ISL



Sistem transfer pemain yang kerap kali mendatangkan keuntungan finansial bagi klub, kembali minim diperoleh oleh para peserta Indonesia Super League musim ini. Paling hanya beberapa gelintir klub seperti PSM yang kemungkinan akan memetik hasilnya.

Kecuali Juku Eja, mungkin hanya Pelita Jaya dan Arema yang mengontrak pemain dalam durasi dua tahun atau lebih. Manajemen Pelita, menyebut Firman Utina, M. Ridwan, dan kiper Dian Agus, kini masih terikat kontrak setahun lagi. PSM diperkirakan akan menambah koceknya jika proses perpindahan pemain muda, Jayusman Triasdi ke Persebaya Rp 350 juta disetujui Bajul Ijo. Inilah kemungkinan terjadinya transfer besar yang terjadi musim ini.

Jules Dennis Onana, agen pemain dari Mutiara Hitam pun tak ragu menyebut agenda kompetisi yang terus berubah menjadi salah satu penyebab, selain klub minim dana. “Klub takut mengontrak lama karena khawatir liga bisa berhenti lama, bisa tujuh bulan. Padahal pemain harus dibayar terus,” jelasnya.

Meski terus berubah, minimal menurut Joko, setiap tahun terus saja berjalan secara konsisten. Apalagi dalam kasus PSM sebenarnya klub bisa saja melakukan kontrak panjang.

“Mungkin bisa diatur dengan sistem pembayaran pemain yang tepat. Misalnya diatur besar gaji bulanan pada masa produktif di kompetisi dan persiapan kompetisi, dibayar lebih besar dibandingkan saat rehat. Namun akumulasi tetap harus sama per tahunnya,” jelas Joko Driyono, CEO PT Liga Indonesia.

Budaya Musiman

Sementara menurut manajer Sriwijaya FC, Hendry Zaenudin, kebiasaan itu memang dikarenakan sistem kontrak musim telah menjadi budaya di Indonesia.

“Kita tidak terbiasa membina pemain muda lantas menjualnya jika pemain tersebut telah matang. Kita terbiasa mengontrak pemain secara permusim, sehingga kami ragu jika harus menerapkan mengontrak pemain dengan jangka panjang,” kata Hendry yang kini juga berbelanja sejumlah pemain mahal guna mendongkrak prestasi Sriwijaya musim depan.

Menurut Hendry cara ini memang dinilai lebih tepat untuk klub-klub di Indonesia yang baru dalam tahap belajar untuk menjadikan sepak bola sebagai industri. “Orientasi klub-klub di Indonesia masih belum seratus persen ke industri. Karena itu pikiran-pikiran yang ada hanyalah pikiran praktis,” ujarnya.

Pernyataan itu makin diperkuat Barnadi. “Kami ingin praktis saja. Kalau kami kontrak lebih dari setahun, klub tak punya dana. Apalagi banyak klub di Indonesia mengandalkan APBD, sehingga kami khawatir pada musim berikutnya tak dapat kucuran dana seperti tahun sebelumnya," ujar Sekum Persik itu.

Kondisi itu diakui Onana sebagai sebuah bentuk ketidakpastian yang menyebabkan pemain asing pun juga tak mau ambil risiko dengan kontrak jangka panjang. “Sebelumnya saya punya Roger Batoum yang dikontrak Persija tahun 2004-2006, lalu ada Nomo The Marco yang juga dikontrak dua tahun oleh PSM. Tapi kini kita belum berani ada yang seperti itu lagi dalam situasi sekarang,” ungkap Onana yang menyebut lemahnya visi klub menjadi penyumbang dosa terbesar dalam kasus ini. (Ary Julianto/Sahlul Fahmi/Gatot Susetyo)

Posting Komentar