Hari selasa 8 April 2008, saya dan teman-teman ke Jakarta bersamaan dengan beberapa Ulama termasuk KH.Azis Mashuri . KH.Azis berencana ke Bogor menghadiri seminar, dan saya sedang menghadiri undangan dari House Production “ TRI DAYA FILM “ untuk diajak ikut menjajaki salah satu peranan film dengan judul “ Sebuah Kejujuran “ milik MABES POLRI. Rabu malam sampai dini hari kebetulan saya dengan teman teman berada di Mega Kuningan bahkan saat tulisan ini ditulis saya masih malang melintang di Mega Kuningan, karena beberapa kolega kami bertempat tinggal disekitar Mega Kuningan.
Perasaan jadi GR membaca berita penangkapan Amin Nasution anggota DPR Komisi IV yang membidangi Kehutanan ole KPK, saat itu kami dengan teman teman tidak jauh dari lokasi penangkapan. Mungkin waktu itu kami telah berpapasan atau saling melihat tidak kenal dengan teamnya KPK, karena KPK saat itu berseliweran dilokasi penangkapan dan KPK punya wewenang penyadapan serta merekam pembicaraan.
Amin Nasution tertangkap tangan oleh KPK menyusul beberapa orang sebelumnya yang juga tertangkap tangan KPK yaitu Harini Wiyoso pengacara Probo Sutejo telah terbukti menyuap pejabat MA senilai Rp. 4,8 Milyar. AKP Suparman penyidik KPK terbukti telah menerima suap sebesar Rp. 439.000.000,- dan USD 300. Irwady Joenoes menerima Rp. 600.000.000,- dan USD 30.000 dari Fredy Santoso. Mulyana W.Kusuma anggota KPU tertangkap tangan menyuap BPK Khairansyah Salman Rp. 300.000.000,- dan jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap basah menerima suap USD 660.000 (sekitar 6M) dari Artalyta Suryani.
Ditangkapnya Amin Nasution adalah karena dicurigainya rencana pertemuan Amin dengan sekretaris daerah Kabupaten Bintan provinsi kepulauan Riau Azirwan dihotel Ritz Carlton. Ditengarai Pemkab Bintan berupaya membebaskan hutan lindung seluas 7.300 Hektar untuk dijadikan ibu kota dan kawasan bisnis.
Pertemuan Amin sebagai anggota komisi IV – Azirwan sebagai Sekda Bintan dimungkinkan untuk mempermulus kebijakan alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Jika komisi IV memproduk Undang Undang atau Perda atau Ketetapan dalam rangka mempercepat proses dengan pemaksaan tanpa mengkaji aspek aspek yang ditimbulkanya dari akibat suap Sekda Bintan Azirwan , maka yang akan dilakukan oleh saudara Amin sebagai anggota komisi IV DPR RI adalah bagian dari kejahatan politik selain juga korupsi. Untuk itu KPK perlu menyelidiki atas rencana pertemuan Amin- Azirwan untuk diperiksa dan ditahan.
Korupsi tidak berdiri sendiri, bisa juga politik dijadikan alat oleh para koruptor untuk memperkuat dan mempercantik proses korupsinya. Korupsi di era orde baru bersifat sistemik seperti kasus BLBI, Pengelolaan Hutan, Pajak, Listrik, Migas Balongan dengan kerugian negara mencapai ratusan trilyun rupiah karena akibat adanya kebijakan politik pendukung.
Sejarah telah membuktikan bahwa tumbangnya orde baru adalah karena di tetapkannya TAP MPR RI yang menuntut pemberantasan korupsi, maka TAP MPR RI dibentuk bagian dari product politik guna menghadang korupsi yang sudah bersifat meluas kesemua sektor kehidupan bangsa.
Tepat sekali SLANK dengan syair sindirannya ditujukan ke anggota dewan, karena di DPRlah product hukum diciptakan sehingga banyak celah penyimpangan yang harus dikritisi. Slank mungkin tidak menyangka syairnya : Mau tau gak mafia di Senayan
Kerjanya tukang buat peraturan
Bikin UUD, ujung-ujungnya duit.
Bakal menjadi syair sensasional yang menghebohkan.Mungkin Slank sempat keder setelah melantunkan syair itu karena ada rencana akan dituntut oleh badan kehormatan DPR dianggap telah merendahkan lembaga legislatif. Namun tertangkapnya Amin Nasution oleh KPK adalah menjadi pembenaran apa yang Slank kritisi di Senayan kemarin.
Kejahatan politik bisa dilakukan oleh siapapun, baik oleh politisi ataupun oleh birokrasi sepanjang para pelakunya memakai teori kekuasaan yang mengadopsi perilaku kriminal. Suatu ketika Dahlan Iskan pernah menyebut, partai politik hanya bisa diperbaiki melalui Undang-Undang. Namun Undang-Undang sendiri hanya bisa disusun melalui legislatif yang berisi orang-orang partai.
Posting Komentar